REVIEW SKETA - SKETSA UMAR KAYAM

MANGAN ORA MANGAN KUMPUL

Saya mengenal buku ini tahun 1994 ketika seorang sahabat memberi buku ini untuk menemani perjalanan panjang saya dari kota Cilacap menuju Surabaya. Bus pada waktu itu akan berhenti setiap kali ada penumpang mau naik atau turun tanpa memperhatikan lokasi penurunan begitu pula disemua terminal akan disinggahi bus untuk mengisi penumpang kembali. Sungguh perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan tapi beruntung saya ditemani buku ini yang sepanjang perjalanan bisa membuat saya terpingkal pingkal karena kelucuan dari isi sketsa - sketsanya.


Buku ini berisi kumpulan tulisan pendek yang ditulis setiap minggu untuk sebuah koran lokal oleh Umar Kayam. Setiap tulisan menceritakan kehidupan sehari hari dari sang tokoh yaitu Pak Ageng dengan asisten rumah tangga yang dikenal dengan nama Mr. Rigen. 

Cerita mengalir di keseharian Pak Ageng dan Mr. Rigen yang mempunyai hubungan tidak hanya sebatas antara majikan dan asisten tetapi sudah seperti rekan kerja yang mempunyai kebebasan berpendapat yang di kalangan tertentu masih bersifat tabu. Justru dari kebebasan bicara antara majikan dan asisten ini  banyak menimbulkan kelucuan dan konflik konflik yang sering terjadi dalam sebuah rumah mulai menu makanan, rencana mudik lebaran, jajan makanan diluar rumah. Hampir setiap pagi Pak Joyoboyo tokoh lain dalam sketsa ini menawarkan ayam panggang yang terkenal dengan sebutan penggeng eyem. Sungguh elok dan menggiurkan sekali penjabaran rasa dari ayam panggang pak Joyoboyo ini sampai saya dan almarhum suami saya datang ke Jogya dan kami duduk di taman perumahan dosen UGM menunggu Pak Joyoboyo lewat menawarkan  penggeng eyem yang dahsyat itu. Kami tidak pernah menemuinya karena semua hanya sebatas tokoh dalam sketsa tetapi sekarang ini Butet Kertarejasa sudah membuka warung Bu Ageng dimana menu menunya sebagian diambil dari kisah sketsa Umar Kayam ini salah satunya penggeng eyem Pak Joyoboyo yang mahsyur.

Sungguh buku ini membuat saya betah untuk membaca berulang ulang, setiap membacanya ada rasa rindu dengan kota Jogya dan ada pembelajaran yang saya dapat yaitu kesederhanaan hidup tidak melebihi kapasitas kemampuan diri.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer